SaYAp KaNaN Headline Animator

Join with me in PeopleString

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

paydotcom.com

Senin, 26 Oktober 2009

JANNAH; BUAH KETAQWAAN INSAN

Manusia yang hidup di dunia ini pasti memiliki sebuah harapan bahwa hidup yang mereka jalani bukanlah sesuatu yang sia-sia. Sangat besar harapan kita bahwa dengan apa yang senantiasa kita lakukan di dunia ini akan mengantarkan kita kepada Jannah yang dijanjikan oleh Allah SWT.

Artinya: “dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (QS. Ali Imran : 133)

Allah SWT menyerukan melalui ayat-Nya ini agar kita tidak lagi menunda-nunda waktu kita dalam mendapatkan ampunan-Nya dan Jannah yang dijanjikan-Nya. Sehingga ayat ini pun diawali dengan seruan agar kita bersegera, seolah-olah waktu yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita hanya sedikit. Seolah-olah waktu yang kita miliki di dunia ini hanya tinggal saat ini saja, tak ada lagi hari esok bagi kita, bahkan mungkin tidak ada lagi detik berikutnya.

Begitulah Allah SWT menggambarkan betapa sangat berharganya Jannah yang disediakan-Nya hanya untuk hamba-hamba-Nya yang bertaqwa, yang dengan ketulusan dan keikhlasan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka, memang tak ada alasan lagi bagi kita untuk tidak meniatkan apa yang kita lakukan di dunia ini hanya karena Allah SWT. Kita beribadah, beramal shalih, bekerja, membantu orang lain, berderma, makan, minum, mandi, dan bahkan tidur pun harus kita jadikan sebagai sarana beribadah kepada Allah SWT. Karena hanya dengan begitulah aktifitas kita menjadi bernilai di mata Allah SWT. Sebagaimana dijelaskan di dalam sebuah hadits bahwa segala urusan yang tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirahim maka ia ditolak oleh Allah SWT.

“Segala urusan apabila tidak dimulai dengan Bismillahirrahmanirrahim, maka terputuslah ia”

Betapa besar kesyukuran yang harus kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kepada kita sarana terbaik untuk mencapai Jannah-Nya. Ialah dengan menjadikan segala aktifitas yang kita lakukan sebagai ibadah. Karena ibadahlah yang akan membawa kita kepada ketaqwaan. Dan, ketaqwaanlah yang membuat kita merasakan nikmatnya Jannah.

Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 21)

Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan, "(QS. Ath Thur : 17)


Betapa nikmatnya Jannah ini banyak dijelaskan Allah di dalam Al Quran Al Karim. Dan Allah SWT menjanjikan kepada hamba-hamba-Nya bahwa kampung akhirat bagi orang-orang yang bertaqwa jauh lebih baik daripada kehidupan dunia.

Artinya: “dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan Itulah Sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa.” (QS. An Nahl : 30)

Di dunia ini saja kita mendambakan kehidupan yang lebih baik di masa depan kita. Kononlah lagi harapan yang kita tujukan pada kehidupan yang kekal kelak di akhirat. Pastilah tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang berharap mendapatkan tempat yang buruk. Semuanya tentu mengharapkan agar mendapat tempat terbaik sebagai tempat kembalinya yang abadi. Itulah cita-cita yang diajarkan Allah SWT kepada umat Islam yang harus senantiasa diperjuangkan dengan sepenuh hati dan kemampuan yang dimiliki. Selengkapnya...

MENGGAPAI RIDHA ALLAH SWT

Tidak ada karunia lebih besar yang diharapkan oleh seorang muslim kecuali kehidupan yang diridhai Allah SWT. Karena keberuntungan yang paling besar adalah hidup yang mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.

Artinya: ”Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar". (QS. Al Ma’idah : 119)

Apa yang harus kita lakukan sebagai seorang muslim untuk mendapatkan ridha Allah SWT di dalam kehidupan yang kita jalani? Tentunya, agar ridha Allah SWT datang menghampiri kita, maka kita harus melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai-Nya pula. Manusia saja akan memberikan penghargaan kepada orang lain yang melakukan perbuatan yang sesuai dengan apa yang diinginkannya. Di dalam Al Quran Al Karim, Allah SWT menjelaskan kepada manusia bahwa Dia hanya meridhai satu Diin untuk kita jalankan dengan sepenuh hati kita yaitu Islam.

Artinya: “pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”. (QS. Al Ma’idah : 3)

Karena Islam adalah satu-satunya Diin yang diridhai Allah SWT, maka dengan menjalankannya secara bersungguh-sungguhlah kita dapat menggapai ridha-Nya. Hanya dengan Islamlah kita dapat membina keteraturan hidup, sehingga terbentuk kehidupan yang menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Menebarkan kasih sayang ke segala penjuru dunia. Itulah Diin yang membawa manusia kepada keridhaan Allah SWT di dunia maupun di akhirat. Diin yang menjadikan kita sebagai sebaik-baiknya makhluk dimanapun kita berada. Diin yang mengajarkan keimanan mutlak kepada Allah SWT, dan menjalankan amal shalih sebagai pembuktian ketaatan kepada-Nya.

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah Sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al Bayyinah : 7 – 8) Selengkapnya...

Kamis, 22 Oktober 2009

KEBAHAGIAAN; HADIAH ALLAH SWT BAGI HAMBA-NYA YANG SENANTIASA BERIMAN DAN BERAMAL SHALIH

Artinya: “dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"(QS. Al Baqarah : 201)

Doa yang sangat indah ini telah di ajarkan Allah SWT kepada seluruh umat manusia melalui Al Quran Al Karim sebagai tuntunan meniti hidup. Di dalamnya tersirat bahwa tak ada hal lain yang diharapkan manusia melebihi kehidupan yang penuh dengan hasanah (kebaikan, kebahagiaan) di dunia maupun di akhirat. Apa yang dilakukan dan diupayakan manusia selama hayatnya hanya untuk mencapai kebahagiaan. Bekerja keras, membanting tulang, memeras pikiran, tak lain dan tak bukan hanya untuk mencapai kebahagiaan. Sehingga, dalam setiap doa yang kita lantunkan, selalu doa inilah yang menjadi pamungkas dari semua doa yang kita panjatkan kepada Allah SWT.

Kebahagiaan bukanlah hal yang dapat dengan mudah untuk digambarkan dengan penjelasan teoritis yang panjang lebar. Semakin kita berusaha untuk menguraikan hakikat kebahagiaan, semakin sedikitlah perbendaharaan kata kita untuk menjelaskannya. Semakin sulit kita menjelaskannya. Rasanya, tak cukup kata-kata yang ada di dunia ini untuk menjelaskan tentang kebahagiaan.

Allah SWT di dalam Al Quran Al Karim menggambarkan bahwa kebahagiaan adalah hal yang dihadiahkan kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa beriman dan beramal shalih. Kebahagiaan merupakan balasan atas pengabdian yang sungguh-sungguh dari hamba-Nya.

Artinya: “orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik.” (Ar Ra’d : 29)

Di dalam hadits Qudsy digambarkan bahwa Allah SWT menjanjikan kepada hamba-Nya yang shalih sesuatu yang tak pernah dilihat, didengar maupun terlintas dalam pikiran manusia.

“Hadis riwayat Abu Hurairah, ia berkata: Dari Nabi, beliau bersabda: Allah berfirman: Aku sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata dan tidak pernah didengar oleh telinga serta tidak terbesit dalam hati manusia. Bukti kebenaran itu terdapat dalam Alquran: Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Shahih Muslim No.5050)

Ketahuilah, kebahagiaan bukanlah sesuatu yang bisa didapat dengan harta yang melimpah. Banyak orang yang memiliki kelebihan harta, namun hatinya selalu jauh dari kebahagiaan dan ketentraman hidup. Gelisah, gundah, takut, tertekan karena harta yang dimilikinya. Tapi, kemiskinan tidak juga menjamin kita berada dalam kebahagiaan. Karena kebahagiaan itu bukanlah terletak pada banyaknya harta yang kita punya.

Kebahagiaan juga tidak dapat diperoleh dengan pangkat dan jabatan. Banyak orang yang berpangkat tinggi, namun selama hidupnya tak pernah mengecap kebahagiaan. Bahkan jabatan dan pangkatnya itu malah menjauhkannya dari sumber kebahagiaan hakiki. Karena kebahagiaan itu bukan terletak pada pangkat maupun jabatan.

Kebahagiaan tidaklah dapat dirasakan dengan mengikuti hawa nafsu. Karena nafsu yang tidak terbimbing hanya akan membawa manusia kepada kebahagiaan yang semu, kebahagiaan yang bersifat sementara. Seperti fatamorgana yang menipu indra kita. Kelihatannya kita hampir sampai pada tempat yang membahagiakan, namun kebahagiaan itu tak pernah dapat kita capai. Karena ia hanya pemandangan yang semu, tidak nyata, kebahagiaan yang menipu. Betapa banyak orang yang menurutkan hawa nafsunya hanya untuk memperoleh kenikmatan sementara. Namun, akhirnya terjerumus ke dalam jurang kesesatan yang membawanya kepada kesengsaraan.

Kebahagiaan bukanlah sesuatu yang serta merta singgah dalam kehidupan kita. Ia hanya bisa didapatkan dengan melakukan hal yang terbaik bagi Allah SWT. Karena kebahagiaan hanya disediakan Allah SWT bagi orang-orang yang dengan kesungguhan hati mengabdi kepada-Nya. Bagi orang yang selalu beriman dan beramal shalih. Sebagaimana disampaikan-Nya pada ayat di atas. Jadi, iman dan amal shalih yang kita lakukanlah yang akan menuntun kita kepada kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan, kepada kehidupan dimana nikmat Allah SWT tidak pernah berhenti mengalir.

Artinya: kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. At Tiin : 6)

Maka, tak ada jalan lain yang dapat kita tempuh untuk memperoleh kebahagiaan yang tiada putus-putusnya kecuali hanya dengan mengabdi dengan sepenuh hati kepada Sang Pemilik Kebahagiaan, Dialah Allah Azza wa Jalla. Selengkapnya...

BELAJAR HIDUP DARI HURUF ALIF, LAM, MIM, DAN SHAD

Gambaran hidup yang dijalani oleh manusia di muka bumi Allah SWT ini bisa diibaratkan seperti huruf Alif, Lam, Mim dan Shad. Huruf Alif memiliki bentuk yang lurus, tegak mulai dari titik awal penarikan garis hingga sampai di titik akhir garis huruf tersebut. Huruf Lam, dimulai dengan menarik satu garis lurus dari titik awal, kemudian ditarik garis yang membengkok hingga ujung titik akhir huruf tersebut. Sedangkan huruf Mim, dimulai dari satu titik awal, langsung ditarik garis yang membengkok dan hampir memutar, kemudian pada satu titik ditarik garis lurus hingga titik akhir huruf tersebut. Terakhir, huruf Shad. Huruf ini dimulai dari satu titik, langsung ditarik garis membengkok dan memutar hingga hampir seperti bentuk elips, kemudian ditarik lagi garis hingga membentuk seperti setengah lingkaran ke arah bawah.

Pertama, belajar dari huruf alif. Seperti huruf alif yang tegak lurus mulai dari titik awal hingga akhir, maka hidup manusia itu ada yang sejak ia lahir dan beranjak dewasa mempunyai sejarah hidup yang baik, tanpa pernah menyeleweng dari koridor yang telah digariskan Allah SWT. Inilah hidup yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Rasulullah saw. merupakan panutan yang paling pantas untuk kita jadikan sebagai contoh menjalani hidup seperti huruf alif ini. Rasulullah saw. mulai dari lahir hingga dewasa dan menjalankan tugas kenabian, hingga akhir hayatnya tidak pernah melenceng dari aturan yang telah digariskan oleh Allah SWT di dalam ajaran-Nya. Di kalangan sahabat, kita mengenal seorang sahabat sekaligus menantu Rasulullah saw. yang dijuluki oleh Rasulullah saw. sebagai babul ilmu (pintu ilmu), ialah Ali bin Abi Thalib ra. Beliau adalah anak paman Rasulullah saw yang merupakan salah seorang yang pertama kali memeluk Islam dari kalangan pemuda. Hingga akhir hayatnya Ali bin Abi Thalib merupakan seorang yang istiqamah dalam menjalankan ajaran Allah SWT. Di kalangan para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, ulama, dan banyak lagi tokoh-tokoh Islam yang menjalani hidupnya seperti huruf alif, tegak lurus mulai dari titik awal hingga akhir. Merekalah orang-orang yang selaluu istiqamah di jalan Allah SWT. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang berada dalam golongan orang-orang yang seperti mereka. Amin ya Rabbal ‘alamin.

Kedua, belajar dari huruf lam. Mereka yang hidupnya seperti huruf lam ini adalah orang-orang yang taat pada awal kehidupan mereka. Hingga pada suatu titik, mereka keluar dari jalur istiqamah dan meninggalkan ketaatan kapada Allah SWT dan Rasul-Nya. mereka memiliki awal hidup yang baik, namun akhir hayatnya ditutup dengan su’ul khatimah (meninggal dalam keadaan buruk). Di masa Rasulullah saw. kita mengenal seorang sahabat Nabi yang bernama Sa’labah. Ia adalah seorang yang taat dan selalu mengikuti ajaran Rasulullah saw pada awal hidupnya. Suatu hari, Rasul bertanya kepadanya mengapa ia selalu langsung meninggalkan masjid setelah melaksanakan shalat berjamaah. Maka ia mengatakan bahwa ia hanya punya satu kain yang harus segera dipakai istrinya di rumah untuk melaksanakan shalat. Karena hanya itulah satu-satunya kain yang dimilikinya dan istrinya, sehingga mereka harus memakainya secara bergantian. Maka, ia meminta kepada Rasulullah agar Rasul mendoakannya, sehingga ia tidak lagi miskin. Setelah didesak, akhirnya Rasulullah pun mendoakannya, dan doa itu dikabulkan oleh Allah SWT. Singkat cerita, setelah ia menjadi orang kaya, maka ia menganggap bahwa itu adalah hasil jerih payahnya. Dan ia pun mulai mengabaikan perintah-perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. hingga akhirnya ia menjadi orang yang durhaka kepada Allah SWT dan Rasul-Nya hingga ia meninggal dunia. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Sa’labah ini dan tidak meninggalkan sikap istiqamah kita dengan alasan apa pun.

Ketiga, belajar dari huruf mim. Sebagaimana bentuk huruf mim, awal kehidupan mereka dimulai dengan kedurhakaan kepada Allah SWT, mereka selalu berbuat maksiat dan melanggar perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Namun, pada satu waktu hidayah dari Allah SWT meresap ke dalam qalbu mereka, hingga mereka merubah jalan hidupnya yang penuh kemaksiatan menjadi hidup yang penuh dengan ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan mereka mempertahankan sikap istiqamah mereka hinggga akhir hayatnya. Sungguh beruntung orang yang menyadari kesalahannya dan mau bertaubat kepada Allah SWT dan membersihkan dirinya dari kemaksiatan. Allah SWT tak pernah menutup pintu taubat bagi hamba-hamba-Nya yang mau merubah jalan hidupnya menuju Shirathal Mustaqim. Di masa Rasulullah, banyak orang yang hidupnya dicurahkan untuk menentang ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. dan bahkan berusaha untuk membunuhnya. Namun, mereka mendapat hidayah dari Allah SWT, hingga berbalik seratus delapan puluh derajat, menjadi pembela-pembela utama Rasulullah saw dalam menjalankan dakwahnya. Seorang di antara mereka adalah yang kita kenal sebagai Singa Padang Pasir, ialah Umar Bin Khattab ra. Ia dikenal sebagai orang yang sangat berpengaruh di dalam bangsa Arab kala itu dan penentang utama Rasulullah saw. Namun, ternyata hidayah Allah SWT datang melalui adiknya, hingga akhirnya ia mempersaksikan diri bahwa Tuhannya adalah Allah SWT dan Muhammad saw sebagai Rasulullah. Ia akhirnya menjadi salah seorang yang berada di garis terdepan dalam mendukung dakwah Rasulullah saw dalam menyebarkan ajaran Islam. Dan ia pun kita kenal sbagai salah seorang Khalifah yang menggantikan kepemimpinan Rasulullah pasca wafatnya beliau. Semoga kita yang selalu berbuat dosa kepada Allah SWT ini selalu mendapatkan setitik cahaya hidayah yang akan menuntun kita agar tetap istiqamah di jalan-Nya.

Keempat, belajar dari huruf shad. Mudah-mudahan kita dilindungi Allah SWT hingga tidak seperti mereka yang hidupnya seperti bentuk huruf shad. Karena mereka adalah orang-orang yang sepanjang hidupnya selalu melakukan aktifitas yang bertentangan dengan ajaran Allah SWT dan petuah-petuah Rasulullah saw. Merekalah orang-orang kufur yang hidupnya selalu celaka baik di dunia maupun di akhirat kelak. Banyak contoh manusia yang tipekal hidupnya seperti huruf shad ini, di antaranya adalah Fir,aun pada masa nabi Musa as, Abu Jahal, Abu Lahab dan pengikut mereka pada masa Rasulullah Muhammad saw. dan mungkin banyak juga dalam kehidupan kita umat akhir zaman ini. Na’udzubillahi min dzalik.

Maka, marilah kita belajar dari beberapa gambaran hidup di atas dengan selalu mengharap hidayah dan ridha dari Allah SWT agar selalu berada di jalan yang benar.

Artinya: “Tunjukilah Kami jalan yang lurus. (Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS 1:6-7)

Tidak ada hidup yang lebih indah daripada hidup yang selalu membawa kasih sayang dan kedamaian di manapun kita berada. Karena kita adalah bagian dari umat terbaik yang akan menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta ini. Menebarkan pesan damai, cinta, kasih sayang, kemulian, kebahagian dan kehidupan yang penuh dengan karunia dari Allah SWT kepada makhluk di segala penjuru dunia. Memahami, mengamalkan dan mengajarkan kalimat-kalimat suci yang menjadi oase di tengah gurun pasir yang gersang. Membawa angin kesejukan di tengah keringnya hati yang telah membatu. Itulah kehidupan yang diajarkan oleh Allah SWT melalui Rasul-Nya.

Artinya: “Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. 21:107)

Ada sebuah kisah hikmah yang mungkin sering kita baca atau kita dengar dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun, tidak ada salahnya apabila kita kembali membacanya sebagai sebuah muhasabah bagi kita dalm menjalani hidup ini.

Di suatu negeri, hidup dua orang bersaudara. Mereka berdua merupakan kakak beradik yang masih berusia muda. Kakak beradik itu mempunya karakter yang bertolak belakang antara satu dengan yang lain. Lingkungan pergaulan mereka juga sangat berbeda. Sang kakak dipandang di masyarakatnya sebagai seorang yang halus budi pekertinya, sabar, taat kepada orang tua, rajin beribadah, suka membantu sesamanya, dan selalu tampak berbuat kebaikan. Sehingga orang-orang yang melihatnya merasa salut dan bangga kepadanya. Sedangkan adiknya, memiliki karakter yang seratus delapan puluh derajat berbeda dengannya. Ia suka berbuat buruk, mengambil hak orang lain, berzina, berjudi dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya. Itulah yang dilihat oleh masyarakat selama bertahun-tahun lamanya. Hingga pada suatu malam, timbullah keinginan dari sang kakak untuk mencoba memasuki dunia yang dijalani oleh adiknya. “Apa salahnya aku melakukan perbuatan seperti adikku. Toh hanya malam ini saja.” pikirnya. Kemudian, dengan hati yang sudah mantap, ia pun berangkat ke tempat yang biasa didatangi oleh adiknya. Disana ia bersenang-senang sepuas hatinya, mabuk hingga tak sadarkan diri, bercengkerama dengan perempuan-perempuan dan perbuatan maksiat lainnya yang selama ini tidak pernah sekalipun dilakukannya.

Pada malam yang sama, sang adik berpikir bahwa ia telah banyak melakukan kesalahan dan dosa kepada Allah SWT. Maka terbersitlah di dalam pikirannya untuk menebus dosa-dosanya itu dengan bertaubat dan melakukan ibadah kepada Allah SWT. Maka, dengan hati yang telah mantap, ia pun berangkat ke masjid yang biasa dikunjungi oleh kakaknya. Disana ia beribadah kepada Allah SWT, memohon ampun, menangisi dan menyesali perbuatan-perbuatannya selama ini. Malam itu, ia larut dalam ibadah kepada Allah SWT.

Tanpa disangka-sangka, pada malam itu terjadi gempa bumi yang sangat dahsyat. Hingga seluruh kota tempat tinggal mereka hancur porak poranda, termasuk tempat dimana sang kakak dan adiknya menghabiskan waktu pada malam itu. Setelah gempa bumi itu selesai, maka orang-orang yang selamat mulai membersihkan puing-puing bangunan yang roboh dilanda gempa. Ketika mereka membersihkan puing-puing reruntuhan masjid, maka nampaklah sang adik yang selalu berbuat maksiat itu telah meninggal dunia dalam keadaan sujud dalam shalat. Di tempat lain, yaitu tempat maksiat dimana sang kakak menghabiskan waktunya malam itu ditemukan juga jenazah yang berada dalam kondisi yang sangat memalukan. Itulah jenazah sang kakak. Maka, di negeri itu segeralah tersebar kabar yang sangat mengherankan banyak orang. Kakak yang selama ini nampak sangat taat beribadah, ternyata meninggal dalam keadaan su’ul khatimah, sedanngkan adiknya yang selama ini selalu berbuat maksiat meninggal dalam kondisi husnul khatimah. Wallahu a’lam bish shawab.

Wahai manusia, tidak ada di antara kita yang tau kapan Allah akan mengambil ruh dari raga kita ini. Karena itu, kita harus selalu mempersiapkan diri kita untuk menghadapi kematian. Tak seorang pun yang bisa menunda ajal manusia. Orang yang masih muda belum tentu lebih lama meninggalkan dunia ini dari pada orang yang telah tua renta. Orang yang hari ini sehat, bisa saja lebih dahulu meninggal daripada orang yang telah sakit selama bertahun-tahun.

Artinya: “Katakanlah: "Aku tidak berkuasa mendatangkan kemudharatan dan tidak (pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah". Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, Maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya). (QS. 10:49)

Oleh karena itu, tetaplah istiqamah dengan iman dan amal shalih kita. Jangan pernah berpikir untuk berbuat maksiat saat ini dan bertaubat di masa yang akan datang. Karena hanya Allah SWT lah yang tau kapan tibanya ajal kita. Dan kita pun tidak dapat memajukan ataupun memundurkannya.

Senantiasalah kita berdoa kepada Allah SWT sebagaimana doa yang diajarkan-Nya di dalam kitab sucinya, Al Quran Al Karim.

Artinya: “(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)". (QS. 3:8) Selengkapnya...

DUNIA ; SEBUAH JEMBATAN MENUJU AKHIRAT

Rasulullah SAW menyampaikan bahwa hidup kita di dunia ini diibaratkan sebagai sebuah jembatan menuju kehidupan akhirat yang kekal. Sehingga apa yang kita lakukan di dunia merupakan gambaran kehidupan yang akan kita dapatkan pada akhirat kelak. Karena itu, ada dua persfektif yang muncul saat kita memahami bahwa dunia ini adalah jembatan menuju akhirat.


Pertama, jembatan menuju nikmat. Sungguh bahagia orang-orang yang menjadikan hidupnya di dunia sebagai jembatan menuju kenikmatan kekal yang tiada taranya. Insya Allah kita termasuk di dalamnya. Amin ya Rabb. Siapakah orang-orang yang menjadikan hidupnya sebagai jembatan menuju nikmat? Di dalam Al Quran Allah SWT menggambarkan secara gamblang siapa-siapa orang yang menjadikan hidupnya sebagai jembatan menuju kenikmatan. Marilah kita sama-sama mentadabburi ayat-ayat Allah SWT berikut ini.


“Maka sesuatu yang diberikan kepadamu, itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. Dan ( bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri.” (QS. 42:36-39)


Jadi, mereka yang menjadikan dunia ini sebagai jembatan menuju kenikmatan adalah orang-orang yang benar-benar menyerahkan diri secara totalitas untuk tunduk dan patuh kepada Allah SWT.


Kedua, jembatan menuju azab. Tak ada orang yang lebih celaka daripada orang yang menjadikan hidupnya di dunia ini sebagai jambatan menuju azab Allah SWT yang sangat pedih. Na’udzu billahi min dzalik. Siapakah orang yang menjadikan hidupnya sebagai jembatan menuju azab? Ialah orang-orang yang kembali kepada Allah SWT dari kehidupan dunia yang penuh dengan kedosaan tanpa bertaubat kepada-Nya.


“Sesungguhnya Barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam Keadaan berdosa, Maka Sesungguhnya baginya neraka Jahannam. ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.” (QS: 20:74)


Benar jika dikatakan bahwa hidup itu adalah pilihan. Karena kita memang harus memilih, apakah ingin menjadikan dunia ini sebagai jembatan menuju nikmat atau jembatan menuju azab. Manakah yang menjadi pilihan kita? Tepuk dada, tanya iman, tetapkan pilihan.


Satu hal yang perlu diingat bahwa kita harus mengikrarkan pilihan benar kita dalam hati, menyelaraskannya dengan perkataan dan mengejawantahkannya dalam perbuatan (amal).

Selengkapnya...