SaYAp KaNaN Headline Animator

Join with me in PeopleString

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

paydotcom.com

Sabtu, 27 Maret 2010

KEJUJURAN; KESELARASAN ANTARA HATI, LIDAH DAN PERBUATAN

“Orang yang menangis tak dapat menceritakan gelak orang yang tertawa, orang yang bergirang tak dapat melukiskan tangis orang yang bersedih.”
(HAMKA, dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, 1938)

Kejujuran, itulah yang pertama kali tergambar dalam benak saya ketika membaca petikan yang di ambil dari novel yang berkisah tentang kasih yang tak sampai dari seorang pemuda dan seorang gadis yang terhalang oleh adat istiadat kesukuan yang dijunjung tinggi di kalangan masyarakat Minangkabau. Tapi, tak lah kita bahas isi dari novel itu. Takkan habis membahas sebuah karya indah itu hanya dalam satu tulisan singkat.

Teringatlah satu firman Allah dalam Al Quran yang menyatakan :
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaf : 3)

Dalam suatu riwayat, dikisahkan tentang seorang Khalifah yang ditemui oleh seorang budak. Budak tersebut memohon kepada sang Khalifah agar menghimbau kepada para pemilik budak agar memerdekakan budak-budak mereka. Tanpa banyak memberikan komentar, Khalifah tersebut menyanggupi permintaan budak tersebut. Namun, beliau meminta agar diberikan waktu untuk melakukannya. Mendengar itu, budak itu pun merasa sangat girang dan bersyukur sekali.

Maka, setiap hari ia selalu menanti-nantikan himbauan yang telah dijanjikan oleh Khalifah tersebut. Pada Jumat pertama setelah Khalifah itu berjanji, ia tidak mendengar sedikit pun himbauan agar para budak dimerdekakan, menyinggung saja pun tidak ada di dengarnya dalam khutbah yang disampaikan Khalifah itu. Begitu juga yang terjadi pada Jumat berikutnya. Hingga budak itu pun tampak lesu dan mulai hilanglah harapannya untuk memperoleh kemerdekaan.

Akhirnya, pada Jumat yang ketiga, sang Khalifah menyampaikan tentang kemuliaan memerdekakan budak dan menghimbau agar para pemilik budak memberikan kemerdekaan kepada budak mereka. Hal itu disampaikannya dalam khutbahnya yang berapi-api dan sangat menyentuh rakyatnya.

Timbullah keheranan di dalam hati budak yang menyampaikan permintaan tadi, mengapa harus di Jumat yang ketiga itu, barulah khalifah menyampaikan himbauan agar memerdekakan para budak. Padahal, himbauan itu tidaklah terlalu sulit dilakukan oleh seorang Khalifah. Tanpa menunggu waktu lama, setelah selesai melaksanakan shalat Jumat hari itu, ia pun langsung menemui sang Khalifah dan menanyakan apa yang terbersit di dalam hatinya. Khalifah itu pun lalu bercerita bahwa ia juga pada beberapa waktu yang lalu memiliki beberapa orang budak. Sehingga ia membutuhkan waktu untuk memerdekakan budak yang ia miliki, selain itu, ia juga membeki budak dari orang lain dan kemudian memerdekakannya. Itulah sebabnya, maka ia baru dapat menyampaikan himbauan untuk memerdekakan budak setelah tiga kali Jumat setelah permintaan budak itu disampaikan kepadanya. Ia tidak ingin menyampaikan apa yang ia tidak lakukan. Lagi pula, ia akan dapat menyampaikan hikmah memerdekakan budak setelah ia pun merasakannya. Dengan demikian, apa yang ia ucapkan selaras dengan apa yang ia lakukan. Bagaimana himbauannya dapat didengar oleh orang lain, sedangkan ia tidak melakukan apa yang menjadi himbauannya itu. Ia tidak ingin menjadi orang munafiq yang lain di hati, lain di bibir, lain pula di perbuatan.

Hati-hatilah ketika lidah ini tidak lagi kelu ketika mengucapkan kebohongan. Hati-hatilah ketika lidah ini mulai lancar menyampaikan kedustaan. Hati-hatilah ketika hati ini dengan mudahnya mengarang suatu kejadian. Hati-hatilah ketika hatimu tidak lagi terdetak ketika mengucapkan apa yang tidak Engkau lakukan. Hati-hatilah,.... karena murka Allah amatlah besar kepadamu yang tak selaras antara hati, lidah dan perbuatan.

Tidaklah tulisan ini mengatakan bahwa yang menuliskannya telah terbebas dari kemunafikan. Namun, tulisan ini hanyalah mengingatkan dirinya akan pedihnya azab Allah bagi para pendusta. Mudah-mudahan takutnya pada Allah jauh lebih besar daripada niatnya untuk melakukan kedustaan.

Tidak ada komentar: