SaYAp KaNaN Headline Animator

Join with me in PeopleString

Sign up for PayPal and start accepting credit card payments instantly.

paydotcom.com

Sabtu, 27 Maret 2010

Kisah Si Bob

Ini adalah sebuah kisah seorang yang bernama Bob Willen, veteran perang Vietnam yang mengalami sebuah musibah ketika bertugas. Kedua kakinya, harus diamputasi karena terkena ranjau yang di tanam oleh tentara Vietnam di dalam tanah. Bayangkan. Seorang tentara yang terlatih dan tentunya memiliki fisik yang prima tiba-tiba harus kehilangan kedua kakinya. Kehilangan bagian tubuh yang sangat penting bagi seorang tentara.

Pada tahun 1986, di New York diadakan sebuah perlombaan maraton internasional. Para atlit dari seluruh penjuru dunia berkumpul disana untuk berlomba menempuh jarak 42,195 km dengan berlari. Perlombaan itu ditayangkan melalui televisi, sehingga jutaan orang menonton peristiwa itu baik secara langsung maupun melalui siaran televisi.

Perlombaan itu tidak akan menjadi istimewa jika saja Bob tidak ikut tampil disana. Bersama para atlit yang bertubuh normal, Bob berkumpul di garis start perlombaan. Tak pelak, ia pun menjadi pusat perhatian dalam lomba itu. Beberapa kalangan menganggap apa yang diakukan oleh Bob adalah hal yang sia-sia. Bagaimana tidak, orang normal saja banyak yang tidak bisa menyelesaikan lomba itu. Konon lagi seorang Bob. Seorang tentara yang telah kehilangan kedua kakinya. Dengan apa ia akan berlari? Seberapa jauh jarak yang sanggup ditempuhnya? Untuk apa ia berlari sejauh itu? Dan banyak lagi pertanyaan dan pernyataan yang meragukan Bob, sipelari maraton tanpa kaki.

Namun, semua itu tak ada yang bisa mematahkan semangat Bob untuk ikut berlomba. Ia menulikan telinganya dari segala hal yang akan menghentikan langkahnya. Dan, saat itu ia telah berdiri di garis start tanpa ragu sedikitpun.

Lomba pun dimulai. Semua pelari telah meninggalkan garis start dengan semangat yang membara untuk menjadi orang tercepat yang mencapai garis finish. Tepuk tangan dan sorak-sorai penonton mengguruh meneriakkan dukungan kepada para pelari. Bob pun telah meninggalkan garis start seperti para pelari yang lain. Ia berlari dengan kedua tangannya yang dilapisi dengan sarung tangan dan melemparkan badannya ke depan.

Lima kilometer pertama telah dilalui. Sebagian peserta yang nampak kelelahan mulai berjalan kaki. Mulai di kilometer ke sepuluh, mulai nampak siapa yang mengikuti lomba itu dengan penuh persiapan dan mereka yang hanya sekedar iseng-iseng. Sudah banyak pelari yang merasa telah benar-benar kelelahan memutuskan untuk berhenti dan naik ke bus panitia.

Sementara itu, dimana Bob yang menjadi pusat perhatian hampir semua penonton? Ya. Ia kini berada di urutan terakhir, menjadi ‘juru kunci’ dalam perlombaan itu. Ia baru menyelesaikan kilometer pertamanya. Namun, tak pernah terbersit di pikirannya untuk menyerah dan berhenti dari perlombaan itu. Ia berhenti sejenak, membuka kedua sarung tangannya yang telah koyak-koyak, menggantinya dengan sarung tangan yang baru. Dan kemudian kembali berlari dengan melempar-lemparkan tubuhnya kedepan dengan kedua tangannya.

Ayah Bob, yang berada bersama ribuan penonton terus berseru memberikan semangat. “Ayo Bob! Ayo! Terus berlari Bob! Berlari terus!” Teriaknya.

Karena keterbatasan fisiknya, dihari pertama Bob hanya menempuh jarak sejauh sepuluh kilometer. Malam harinya, Bob tidur di dalam sleeping bag yang disediakan oleh panitia.

Empat hari sudah Bob berlari. Entah sudah berapa kalim ia mengganti sarung tangannya. Kini adalah hari kelima bagi Bob Wallen. Dua kilometer lagi jarak yang harus ditempuhnya untuk menyelesaikan perlombaan. Terus berlari tak kenal menyerah.

Bob meletakkan tangannya di lintasan, dia ayunkan tangannya itu, kemudian dilemparkannya tubuhnya ke depan. Dia letakkan lagi, dia ayunkan, dia lemparkan lagi tubuhnya ke depan. Dia lemparkan lagi. Lemparkan terus. Dia berlari terus, tak peduli bahwa pelari lain sudah tak lagi ada di lintasan.

Hingga suatu saat, seratus meter di depannya telah terpampang garis finish. Namun, Bob jatuh terguling. Bob telah kehilangan kekuatannya. Perlahan-lahan, Bob bangkit dan membuka sarung tangannya. Ia melihat tangannya yang ternyata telah berdarah-darah.

Dokter yang mendampingi Bob sejenak memeriksanya, dan mengatakan bahwa kondisi Bob sudah parah, bukan saja karena luka di tangannya, namun lebih ke arah kondisi jantung dan pernafasannya.

Sejenak Bob memejamkan mata. Dan di tengah-tengah gemuruh suara penonton yang mendukungnya, samar-samar Bob dapat mendengar suara ayahnya yang berteriak “Ayo Bob, bangkit! Bangkit!Selesaikan apa yang telah kamu mulai. Buka matamu, dan tegakkan badanmu. Lihatlah ke depan, garis finish telah di depan mata. Cepat bangun ! Jangan menyerah! Cepat bangkit !!! Bangkit Bob! Bangkit!”

Perlahan Bob mulai membuka matanya kembali. Garis finish serasa telah berada di depan matanya. Semangat membara lagi di dalam dirinya, dan tanpa sarung tangan, Bob melompat- lompat ke depan, mengayunkan tangannya dan melemparkannya ke depan. Dan satu lompatan terakhir dari Bob membuat tubuhnya melampaui garis finish. Saat itu meledaklah gemuruh dari para penonton yang berada di tempat itu. Bob bukan saja telah menyelesaikan perlombaan itu, ia bahkan telah tercatat di Guiness Book of Record sebagai satu-satunya orang cacat yang berhasil menyelesaikan lari maraton.”

Kemudian, di hadapan puluhan wartawan yang menemuinya, Bob berkata : “Saya bukan orang hebat. Anda tahu saya tdak punya kaki lagi. Saya hanya menyelesaikan apa yang telah saya mulai. Saya hanya mencapai apa yang telah saya inginkan. Kebahagiaan saya dapatkan adalah dari proses untuk mendapatkannya. Selama lomba, fisik saya menurun drastis. Tangan saya sudah hancur berdarah-darah. Tapi rasa sakit di hati saya terjadi bukan karena luka itu, tapi ketika saya memalingkan wajah saya dari garis finish. Jadi saya kembali fokus untuk menatap goal saya. Saya rasa tidak ada orang yang akan gagal dalam lari marathon ini. Tidak masalah anda akan mencapainya dalam berapa lama, asal anda terus berlari. Anda disebut gagal bila anda berhenti. Jadi, janganlah berhenti sebelum tujuan anda telah tercapai.”

Tidak ada komentar: